WWW.Nyongkolan.com By_L.Suriadi
Perkawinan merupakan salah satu ritual dalam kehidupan yang dianggap penting
karena menandai bersatunya sepasang insan dari dua keluarga yang berbeda
menjadi satu keluarga baru. Karena itu pulalah, biasanya upacara perkawinan
dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi suatu peristiwa yang tidak terlupakan.
banyak cara dipergunakan untuk membuat sebuah acara yang akan menjadi kenangan
seumur hidup. Baik berupa pesta meriah yang dihadiri segenap keluarga, kerabat
dan kenalan, maupun berbentuk suatu acara adat. Untuk acara adat itu sendiri,
sangat banyak jenis dan ragamnya. Biasanya tiap daerah memiliki tata cara
adatnya masing-masing, sehingga acara adat tersebut menjadi sesuatu yang
menarik dan unik jika dipandang dari kacamata masyarakat daerah lain.
Pada saat melakukan perjalanan ke Pulau Lombok baru-baru ini, aku sempat
secara sepintas menyaksikan acara ngiring penganten menurut adat Sasak yang
dikenal dengan istilah
nyongkolan. Hal itu bermula ketika dalam
perjalanan menuju salah satu tempat, laju kendaraanku terhalang oleh iringan
orang berpakaian adat yang diiringi oleh musik yang meriah. Kiki, teman yang
menemani aku dalam perjalanan selama di Lombok, menerangkan bahwa pada masa
sehabis panen seperti waktu itu, apalagi pada hari Sabtu atau Minggu, akan
mudah sekali dijumpai iring-iringan seperti itu, karena masa itu merupakan masa
dimana banyak penduduk melakukan acara perkawinan.
Nyongkolan itu sendiri merupakan acara yang dilakukan setelah
selesainya akad nikah. Pada ritual itu, sepasang pengantin akan berjalan dari
kediaman keluarga pengantin pria menuju kediaman keluarga pengantin wanita
dengan diiiring oleh keluarga dan juga masyarakat setempat yang biasanya juga
diikuti oleh tokoh masyarakat, pemuka agama dan juga pemuka adat setempat.
Orang-orang yang melakukan
nyongkolan ini semuanya mengenakan pakaian
adat lengkap, dimana yang pria juga akan membekal keris atau golok yang
diselipkan di pinggang ataupun disandang di punggungnya, sementara yang wanita
mengenakan kebaya khas Suku Sasak lengkap dengan semua aksesorisnya.
Upacara
nyongkolan biasanya diikuti oleh banyak orang, dan pasangan
pengantin yang diarak diperlakukan seperti seorang raja dan ratu yang berjalan
diiringkan oleh para pengawal, prajurit dan dayang-dayangnya. Oleh karena
itulah pengantin sering pula disebut
raja sejelo yang artinya raja
sehari. Ada kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, yaitu bahwa jika seseorang
menolak untuk ikut sebagai pengiring dalam acara
nyongkolan, maka jika
suatu saat orang tersebut mengadakan acara
nyongkolan, akan banyak
pula orang yang akan menolak untuk mengiringinya. Jadi, dengan melihat dari
panjangnya barisan, bisalah diketahui apakah sang mempelai termasuk orang yang
mudah bersosialisasi atau bukan.
Tradisi
nyongkolan diadakan selain untuk mengantar sepasang
mempelai ke rumah keluarga mempelai wanita, juga dimaksudkan sebagai sarana
pengumuman kepada masyarakat banyak bahwa pasangan yang diiringkan tersebut
sudah resmi menikah, dan diharapkan juga bahwa tidak akan ada lagi orang yang mengganggu
pasangan tersebut.
Nyongkolan ini bisa dibilang merupakan puncak dari ritual
bersatunya seorang
terune (pemuda) dengan seorang
dedare
(gadis) dalam suatu ikatan perkawinan yang sah menurut agama dan adat.
Kalau diurut ke belakang, tentunya persatuan tersebut tidak akan terjadi
tanpa adanya perkenalan di antara kedua belah pihak. Jika dari perkenalan
tersebut terjadi kecocokan, maka
Sang Terune akan mengajak
Sang
Dedare menikah. Hanya saja menurut tradisi Sasak, tidaklah elok jika ada
seorang pemuda yang datang melamar seorang gadis pujaannya begitu saja kepada
orang tua Sang Gadis. Orang tua Sang Gadis juga akan merasa diremehkan jika hal
tersebut terjadi karena dianggapnya Sang Pemuda tanpa usaha apapun datang untuk
meminta anaknya yang sudah diasuh dan dibesarkannya dari kecil dengan susah
payah. Oleh karena itu, untuk menunjukkan kesungguhan hatinya dan juga
menunjukkan usahanya untuk mendapatkan gadis pujaannya, secara adat Sang Pemuda
akan menculik Si Gadis dari rumah orang tuanya. Tradisi ini dikenal dengan nama
merari.
Dalam melakukan tradisi
merari ini, biasanya Si pemuda akan datang
ke rumah Si Gadis pada malam hari dengan membawa sapu lidi. Jangan salah sangka
. . . Si Pemuda tidak datang untuk menyapu halaman rumah gadis pujaannya itu
:). Sapu yang dibawanya akan
dipergunakan untuk “menyapu” pagar rumah Si Gadis sebagai tanda bahwa Si Pemuda
sudah datang dan siap melarikannya.
Meskipun sudah berhasil melarikan gadisnya, secara adat Si Pemuda tidak
diperkenankan membawa gadisnya itu ke rumahnya sendiri. Bahkan ditabukan jika
mereka tinggal satu atap sebelum dilaksanakannya akad nikah. Oleh karena itu,
Si Pemuda biasanya akan membawa Si Gadis ke rumah salah seorang kerabatnya
untuk disembunyikan di situ karena Si Gadis tidak boleh sampai ditemukan oleh
keluarganya yang pasti akan mencarinya.
Setelah lewat sehari, Si Pemuda akan memberitahukan kepada Kepala Desa
ataupun Tetua Adat di desa tempat Si Pemuda tinggal bahwa dia telah menculik
seorang gadis yang nantinya akan dinikahinya, sekaligus juga meminta kesediaan
Sang Kepala Desa ataupun Sang Tetua Adat untuk menjadi utusan dari pihak Si
Pemuda untuk memberitahukan kepada keluarga Sang Gadis, bahwa Sang Gadis telah
diculik kekasihnya, dan sekarang masih disembunyikan di suatu tempat yang
dirahasiakan.
Istilah setempat untuk menyebut tradisi dikirimnya utusan oleh pihak
keluarga Si Pemuda kepada keluarga Si Gadis, adalah
nyelabar. Dalam
melakukan ritual
nyelabar ini, selain Tetua Adat di desa tempat Si
Pemuda tinggal, rombongan juga diikuti oleh kerabat Si Pemuda, tetapi orang tua
Si Pemuda tidak diperkenankan ikut.
Barulah setelah pemberitahuan tersebut diterima oleh keluarga Si Gadis,
secara musyawarah akan ditetapkan kapan dilaksanakannya akad nikah kedua
mempelai yang kemudian dilanjutkan dengan
nyongkolan. Biasanya
tetangga dari kedua belah pihak secara bergotong royong ikut membantu
mempersiapkan hajatan ini, yang dalam bahasa setempat disebut
begawe.
Karena persiapan yang kadang membutuhkan waktu beberapa hari, maka untuk
menghibur mereka yang sudah membantu mempersiapkan acara itu, keluarga mempelai
biasanya mengundang kelompok-kelompok kesenian tradisional Sasak seperti
Gendang Beleq dan Joget.
Pada masa sekarang, tradisi ini sedikit memudar. Banyak yang sudah tidak
menjalankannya lagi. Mungkin juga dengan pertimbangan kepraktisan. bagi yang
masih menjalankannyapun sering kali tidak secara lengkap lagi ritualnya
diikuti, bahkan sering terjadi akulturasi. Contoh yang mudah saja adalah dalam
hal musik pengiring acara
nyongkolan, jika dahulu berupa tetabuhan
tradisional seperti gendang beleq ataupun gamelan beleq, maka sekarang banyak
diiringi oleh drumband, kecimol, atau bahkan musik dangdut, seperti halnya
rombongan yang sempat aku temui dalam perjalananku itu.
Mudah-mudahan saja tradisi yang unik ini tidak lenyap tergerus jaman.
Bagaimanapun tradisi di suatu suku ataupun di suatu daerah pastilah mengandung
kearifan lokal maupun pesan luhur nenek moyang kepada keturunannya.